UNESCO: 60 Persen Influencer Tak Verifikasi Fakta Sebelum Bagikan Konten
Unesco 60 Persen Influencer Tak Verifikasi Fakta Sebelum Bagikan Konten
Jakarta, MISTAR.ID
Survei terbaru yang dilakukan oleh UNESCO mengungkapkan bahwa enam dari sepuluh influencer media sosial tidak melakukan verifikasi fakta sebelum memposting konten mereka. Temuan ini menjadi peringatan serius akan potensi penyebaran misinformasi di platform digital.
Survei yang melibatkan 500 influencer dari 45 negara ini menunjukkan bahwa sebagian besar kreator tidak memanfaatkan sumber informasi resmi seperti dokumen pemerintah atau situs terpercaya. Sebaliknya, mereka lebih sering mengandalkan pengalaman pribadi, penelitian mandiri, atau wawancara dengan orang yang dianggap ahli.
“Rendahnya prevalensi pemeriksaan fakta menyoroti kerentanan mereka terhadap misinformasi, yang dapat berdampak luas pada wacana publik dan kepercayaan terhadap media,” demikian pernyataan dalam laporan UNESCO, dikutip dari The Guardian, Rabu (4/12/24).
Laporan tersebut juga mengungkap bahwa hampir separuh dari para kreator memiliki pemahaman yang minim tentang hukum terkait kebebasan berekspresi, pencemaran nama baik, dan hak cipta. Bahkan, lebih dari seperempat influencer tidak mengetahui regulasi yang berlaku di negara tempat mereka beroperasi.
Baca juga: UNESCO Sediakan Beasiswa untuk Pelajar Indonesia di Bidang Mitigasi Bencana
Selain itu, hanya separuh influencer secara jelas menyatakan sponsor atau sumber pendanaan mereka kepada audiens. Padahal, aturan di beberapa negara seperti Amerika Serikat dan Inggris sudah mewajibkan keterbukaan dalam konten berbayar.
Adeline Hulin, spesialis literasi media di UNESCO, menyebut bahwa banyak influencer tidak menyadari peran mereka sebagai pembawa informasi kepada publik.
“Mereka tidak menganggap diri mereka sebagai bagian dari dunia jurnalistik,” ujarnya.
Salomé Saqué, seorang jurnalis Prancis sekaligus influencer berita, menambahkan bahwa edukasi tentang prinsip jurnalistik sangat penting untuk meningkatkan kesadaran para kreator terhadap dampak konten mereka.
Sebagai solusi, UNESCO bekerja sama dengan Knight Center for Journalism in the Americas meluncurkan kursus daring gratis bertema “How to Be a Trusted Voice Online”. Kursus ini mencakup pelatihan tentang verifikasi fakta dan pembuatan konten yang relevan dengan isu-isu penting seperti pemilu dan krisis. Hingga kini, lebih dari 9.000 influencer telah mendaftar untuk mengikuti kursus tersebut.
Baca juga: Dipercaya UNESCO-UNICEF, Indonesia Tuan Rumah Gateways Study Visit 2024
Mayoritas responden survei adalah nano-influencer dengan jumlah pengikut hingga 10.000 orang, yang sebagian besar aktif di Instagram dan Facebook. Namun, sekitar 25% responden memiliki pengikut hingga 100.000.
Dengan meningkatnya pengaruh para kreator dalam membentuk opini publik, UNESCO menegaskan perlunya peningkatan tanggung jawab para influencer. Literasi media yang kuat diperlukan untuk memastikan informasi yang dibagikan akurat, guna mencegah dampak buruk dari misinformasi di era digital.
Laporan ini menjadi pengingat penting bagi semua pihak untuk lebih kritis dalam mengonsumsi dan membagikan informasi di media sosial. (kumparan/hm20)
PREVIOUS ARTICLE
Pemberlakuan Hukum Militer di Korea Selatan Picu Kekacauan